Selasa, 31 Maret 2009

K.H.Bisri Mustofa, Rembang(1915-1977)


Mbah Bisri Mustofa, adalah figur kiai yang alim dan kharismatik. Pendiri pondok pesantren Raudhatut Thalibin Rembang Jawa Tengah ini, dilahirkan di Kampung Sawahan Gang Palen Rembang Jawa Tengah pada tahun 1915.Semula, oleh kedua orang tuanya, H. Zaenal Mustofa dan Chotijah, ia diberi nama Mashadi, setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 1923 ,ia mengganti nama dengan Bisri. Selanjutnya ia dikenal dengan nama Bisri Mustofa. Mbah Bisri, belajar dan menekuni ilmu-ilmu agama di pesantren Kasingan Rembang, yang diasuh oleh Kiai Cholil,dipesantren ini, Mbah Bisri muda, menekuni ilmu-ilmu agama ,terutama ilmu nahwu, dengan kitab Alfiah sebagai pegangan utamanya.. Selain di pesantren Kasingan, Mbah Bisri juga mengaji pasanan (pengajian pada bulan puasa) di pesantren Tebuireng Jombang, asuhan KH Hasyim Asy’ari.dan untuk memperdalam ilmunya, Mbah Bisri juga mengaji di kota suci Makah tahun 1936, kepada Kiai Bakir, Syaikh Umar, Syaikh Umar Khamdan al-Maghribi, Syaikh Maliki, Sayyid Amin, Syaikh Hasan Masysyath, dan Kiai Muhaimin. Kiai Cholil Kasingan, selain sebagai guru, beliau juga sebagai mertua Mbah Bisri, ia dinikahkan dengan putri Kiai Cholil yang bernama Ma’rufah. Setelah wafatnya Kiai Cholil, Mbah Bisri ikut aktif mengajar di pesantren milik mertuanya tersebut di Kasingan Rembang. Selanjutnya sewaktu pesantren Kasingan bubar, seiring pendudukan Jepang, Mbah Bisri meneruskan pesantren tersebut dengan mendirikan pesantren di Leteh Rembang yang kemudian diberi nama pesantren Raudhatut Thalibin. Pesantren ini sampai sekarang berkembang sangat pesat.
Sosok demokratis, sayang terhadap putra-putri, santri dan umat
Dalam mendidik santri-santrinya Mbah Bisri mengedepankan kasih sayang dan kesuriteladanan. Karena cintanya kepada para santri, dalam setiap kali mengisi ceramah, Mbah Bisri selalu memohon kepada Allah SWT seandainya pengajiannya itu mendapat imbalan pahala dari Allah SWT maka sebaiknya pahala itu diganti supaya hati para santri cepat terbuka. Ini merupakan pengakuan Mbah Bisri sendiri sebagaimana kesaksian muridnya KH Wildan Abdulchamid, Ketua MUI Kendal. Mbah Bisri juga sangat dekat dan sayang dengan umat, dari kelas mana saja. Beliau menerima siapa saja yang bertamu ke rumahnya, tak pandang derajat dan pangkatnya. Rumahnya terbuka untuk umum. Beliau juga menghadiri setiap undangan ceramah dari siapa pun. Kecuali jika ada halangan yang benar-benar memaksanya untuk tidak bisa hadir. Terhadap putra-putrinya pun Mbah Bisri juga sangat sayang dan dalam mendidik dikenal cukup demokratis.
Produktif menulis
Ditengah kesibukannya mengajar di pesantren, menjadi penceramah, bahkan politisi. Mbah Bisri tetap menyempatkan diri untuk menulis, dan waktu luangnya tidak dilewatkannya begitu saja, bahkan di kereta, di bus, di mana saja , beliau sempatkan untuk menulis. Banyak kitab yang berhasil disusunnya, di antara karyanya adalah, tafsir Al-Ibriz, kitab Al-Usyuthy terjemahan kitab Imrithy, dan kitab Ausathul Masalik terjemahan kitab Alfiyah Ibnu Malik.
Agamawan moderat
Pemikiran keagamaan Mbah Bisri oleh banyak kalangan dinilai sangat moderat. Sifat moderat Mbah Bisri merupakan sikap yang diambil dengan menggunakan pendekatan ushul fiqh yang mengedepankan kemashlahatan dan kebaikan umat Islam yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman serta masyarakatnya. Pemikiran Mbah Bisri sangat kontekstual. Mbah Bisri Mustofa,adalah seorang ulama Sunni, yang gigih memperjuangkan konsep “Ahlus Sunnah Wal Jamaah”. Obsesinya untuk membumikan konsep Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dibuktikan dengan dibuatnya buku tentang “Ahlus Sunnah Wal Jamaah”.
Menjadi pejuang gigih dan macan podium
Darah pejuang agaknya sudah kental dalam diri Mbah Bisri. Sejak era penjajahan Belanda, Jepang, era kemerdekaan, sampai akhir hayatnya, Beliau adalah pejuang yang gigih. Setelah Indonesia merdeka, Mbah Bisri sangat bersemangat untuk ikut membangun bangsa ini. Dalam kancah politik beliau disegani oleh semua kalangan. Sebelum NU keluar dari Masyumi, Mbah Bisri merupakan aktivis Masyumi yang gigih berjuang. Akan tetapi setelah NU menyatakan keluar dari Masyumi, Beliau total berjuang untuk NU. Tahun 1955 Mbah Bisri menjadi anggota konstituante, wakil dari Partai NU. Setelah tahun 1959 terbit Dekrit Presiden yang membubarkan Dewan Konstituante dan dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, Mbah Bisri masuk di dalamnya. Mbah Bisri juga dikenal sebagai seorang orator handal, Singa podium. Dalam setiap kampanye beliau selalu menjadi juru kampanye andalan dari partainya. Menurut KH Syaifudin Zuhri, teman seperjuangan di NU, yang mantan Menteri Agama, Mbah Bisri merupakan sosok yang cukup pandai berpidato, dengan mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit, menjadi gamblang dan mudah diterima oleh orang desa maupun kota, sesuatu yang membosankan, menjadi mengasyikkan, kritik-kritiknya tajam, meluncur begitu saja dengan lancar dan menyegarkan. Pihak yang terkena kritik tidak marah karena disampaikan dengan sopan dan menyenangkan. Selain itu, beliau mampu menghibur dengan humor-humornya yang membuat semua orang tertawa terpingkal-pingkal. Di samping politisi gigih dan singa podium, Mbah Bisri juga dikenal sebagai seorang pelobi dan negosiator yang sangat handal. Pergulatan di dunia politik tetap dijalani Mbah Bisri hingga era pemerintahan orde baru. Ketika semua partai Islam (termasuk NU) harus berfusi ke Partai persatuan Pembangunan (PPP), Mbah Bisri terlibat aktif membesarkan PPP. Beliau menjadi tokoh yang disegani di partai tersebut. Menjelang masa kampanye Pemilu 1977,yang kurang seminggu lagi, tepatnya hari Rabu, 17 Februari 1977 (27 Shafar 1397 H), waktu asar, Mbah Bisri, salah seorang ulama besar umat ini, dipanggil ke haribaan Allah SWT. Mbah Bisri Mustofa wafat di Rumah sakit Dr. Karyadi Semarang karena serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan pada paru-paru. Saat pemakaman Mbah Bisri, masyarakat Rembang dan umumnya Jawa Tengah bahkan juga, dari berbagai pelosok negeri ini, berdatangan dan bertakziah, untuk memberikan penghormatan kepada almaghfurlah. Ratusan ribu pelayat rela berdesak-desakan,untuk menghadiri upacara pemakaman. Tidak jarang yang berebut untuk dapat mencium pipi almaghfurlah,sebagai tanda cinta dan penghormatan . Umat merasakan betul telah ditinggalkan seorang kiai, ulama, pemimpin, sekaligus bapak.serta Singa Podium yang produktip menulis,Karya karyanya akan abadi. Semoga Allah SWT memberi tempat yang mulia kepada Beliau. Dan umatnya yang ditinggalkan bisa mengambil suri tauladan dan meneruskan semangat juang Beliau. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar